Selasa, 27 September 2011

Bagaimana Agar Menjadi Ikhwan Sejati?

Apa kabar kawan?
Beberapa hari yang lalu, blogwalking ke blog teman. Tanpa sengaja membaca tulisannya, dari tulisan itu saya juga berminat menulisnya di blog ini. Walau tulisan ini, sudah banyak beredar di dunia maya, tak ada salahnya jika saya mem-posting-nya di sini, (kan ini blogku, hehe). Ya, hitung-hitung sebagai catatan jika suatu saat tulisan ini saya lupa atau hilang dari pikiran.hehe...

 Kawan, Tahukah kau?
Seorang ikhwan sejati bukanlah dilihatari bahunya yang kekar dan dadanya yang bidang, tetapi dari keberaniannya mengakui setiap kesalahan dan adilnya sikap kala menjadi seorang pemimpin. Tak ada kata menyerah dalam kamus kehidupannya.
Seorang ikhwan sejati bukanlah dilihat dari postur tubuh dan lincahnya gerakan, tetapi dari kasih sayang dan kelembutan hatinya terhadap sesama muslim dan mampu menempatkan dirinya dalam perbedaan. Baginya kritik adalah salah satu rumus untuk tercapainya kesuksesan. Sifat tawadhu’ adalah baju keabadian yang dipakainya sepanjang perguliran zaman.
Kawan, Tahukah kau?
Seorang ikhwan sejati bukanlah dilihat dari lantangnya suara kala bertilawah Qur’an, banyaknya hadist yang dia hafal, tetapi keteguhan dan konsistennya mengamalkan kandungan keduanya. Dia selalu berusaha mengajarkan pada yang belum memahaminya. Al-Qur’an dan As-Sunnah dijadikannya sebagai suluh penerang serta pijakan dalam menelusuri lorong-lorong gelap kehidupan.
Seorang ikhwan sejati bukanlah dilihat dari tajamnya pedang atau banyaknya peluru dari senapan yang dia bawa, tetapi dari sikapnya yang tegar dalam mempertahankan kebenaran yang dia bela. Syahid baginya adalah tujuan. Jihad fisabilillah adalah cita-citanya yang tertinggi. Ilmu yang bermanfaat adalah tongkat yang dia pegang. Pantang baginya mengikuti persangkaan-persangkaan bathil, mengatakan apa-apa yang tidak ada ilmu dalam dirinya.
Kawan, Tahukah kau?
Seorang ikhwan sejati bukanlah dilihat dari banyaknya wanita yang menyanjung dan menggodanya, tetapi dari komitmennya dalam mendidik dan mencintai akhwat pasangan hidupnya. Keharmonisan keluarga yang dia bina adalah semata-mata dijadikan sarana untuk mendaki tangga-tangga cinta-Nya. Pantang baginya bersikap kasar terhadap istri dan anak tanpa adanya pelanggaran syar’i. Mitsaqan ghalidza dia gigit erat-erat dengan gigi gerahamnya. Panggilan jihad baginya adalah rayuan cinta yang harus segera dipenuhi gelora syahid.
Seorang ikhwan sejati bukanlah dilihat dari banyaknya kitab yang ia kuasai dan cakapnya ia dalam berorasi, tetapi dari sikapnya yang istiqomah dalam menanggung beban amanah dan sikap tawadhu’ dalam menjalani liku kehidupan ini. Pantang baginya, membanggakan apa-apa yang ada pada leluhurnya, sementara dirinya tak punya apa-apa yang bisa dijadikan sebagai amal unggulan. Dia yang selalu melihat orang-orang yang di bawahnya dalam hal keduniaan, dan selalu memandang ke atas dalam urusan-urusan akhirat.
Kawan, Tahukah kau?
Seorang Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari banyaknya muatan dan beratnya barbel yang dapat ia angkat tetapi dari kesabarannya kala marah dan sikap qona’ah dalam menerima setiap anugerah Rabbnya. Obsesi yang terbesar dalam hidupnya adalah keridhaan Allah ta’ala. Ia yang selalu mendahulukan kepentingan agama-Nya di atas segala-galanya.
Seorang ikhwan sejati bukanlah dari banyaknya orang yang dapat ia tundukkan dan takut padanya, tetapi dari seberapa besar dia takut pada Rabbnya sehingga di berhati-hati dalam meniti kehidupan dunia ini. Pantang baginya bersikap takabur (sombong) ketika kekuasaan ada dalam genggaman.

Yup, itulah kriteria seorang ikhwan sejati, sekarang tinggal dari diri sendiri, mau mencapainya atau tidak
Semoga Allah mengistiqomahkan kita agar menjadi seorang ikhwan sejati pilihan Allah, allahumma.. amin...

Takalar, 25 Syawal 1432 H
Sang Pendaki Pelangi
"Agar terus kuingat dalam pendakianku, mendaki peradaban, untuk mencapai puncak pembaharuan"

0 komentar:

Posting Komentar