Ketika angin dan air itu telah bernyayi
Jalan setapak dihiasi, yang telah bersiap membatukan...
Dedauanan waktu yang berguguran
Dari tangkai pohon sang kehidupan
Menggoreskan semua hal ke dalam perbedaan-persamaan vektor kehidupan...
Di jalan setapak itu
Diri berjalan menyelusuri
setiap gerbang-gerbang waktu
Bertanya tentang satu Hal
Apakah Gerbang ke Jalan?
Tinggal-lah diri disini, disamping
Menunggu suara-suara waktu
dari kebisingan setiap engsel gerbangnya
yang tak pasti apakah pernah dilumasi
Agar ia tak manggangguku
Dan terus membuka setiap gerbang
Dan bertanya, bertanya...
Tak pernah terlintas dari kumpulan air
Sebuahpun akan dibalik gerbang itu
Akankah sebuah lembah kehidupan
yang akan bertemui, atau yang lain
Akankah sebuah tanah datar yang luas
berdiri rerumputan dengan gagah
ataupun yang lain...
Dingin, panas, sejuk, sepi, sunyi
Kadang terasa ketika lampu dari gerbangnya
tak menghinggapi cahaya ataupun sinar
Satu hal yang terhanyut
Ketika mencoba membuka setiap gerbang itu
Kuncinya dilandaskan dari ribuan-pun
Kembali memilih satu-satunya
yang menyambungkan akan jalan setapak itu
Mencoba melintasi horison kepesimisan
Dan terus melewati setiap lubang dan batu di jalan itu
Sambil menimati angin dan aliran air yang menghanyutkan
di atas alat-alat yang tergunakan
Akankah waktu-waktu itu...
Takalar, 15 Dzulqaidah 1432 H
Sang Pendaki Pelangi
Bertanya karena bingung akan gerbang waktu.
Kamis, 13 Oktober 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar